Seleksi Beasiswa Ancora Foundation (Bagian I)
"Beasiswa Ancora Foundation adalah beasiswa yang disediakan dan/atau difasilitasi oleh Ancora Foundation. Lembaga ini adalah organisasi filantropi Indonesia yang didirikan oleh Gita Wirjawan".
Rekan-rekan pembaca yang budiman.
Dalam beberapa tulisan sebelumnya, Kang Achay sudah menceritakan pengalaman mengikuti Seleksi Beasiswa LPDP. Teman-teman yang membaca tulisan tersebut secara lengkap tentu sempat menemukan salah satu kalimat yang menyatakan bahwa Kang Achay pernah mengikuti seleksi beasiswa yang diselenggarakan oleh Ancora Foundation yang bekerja sama dengan Lambada Jawa Barat semasa menempuh pendidikan sarjana dulu. Tanpa bermaksud untuk menyombongkan diri, Kang Achay ingin membagi pengalaman tersebut sebagai tanda syukur. Barangkali satu atau dua rekan atau generasi muda yang membaca pengalaman tersebut dapat terinspirasi atau setidaknya mengambil pelajaran yang baik meskipun sedikit. Tapi sebelumnya saya minta maaf karena cerita ini mungkin tidak akan terlalu detail mengingat sudah terjadi lebih kurang 12 (dua belas) tahun yang lalu (Wah...jadi ketahuan ya umur saya hehehe). Jadi, tulisan ini hanya akan merangkum kejadian-kejadian penting yang masih Kang Achay ingat. Yuk.... kita mulai.
Selepas tamat SMA, Kang Achay sebenarnya telah memiliki tekad untuk melanjutkan kuliah di jurusan kedokteran atau mengambil pendidikan kedinasan. Meskipun keadaan keuangan keluarga nampaknya tidak akan mampu menunjang biaya pendidikan di jurusan kedokteran, Kang Achay tetap semangat memperjuangkan hal tersebut. Hal itu tidak lain karena telah ada seseorang kenalan yang menjamin untuk membiayai pendidikan, asalkan mengambil jurusan tersebut. Beliau pula yang memberikan beasiswa pendidikan selama saya menyelesaikan pendidikan di SMA kala itu. Oleh karena itu, Kang Achay memasang target lulus di program studi Kedokteran di salah satu universitas negeri terbaik di Indonesia melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SMPB). Sebagai pilihan kedua, saat itu Kang Achay mengincar pendidikan kedinasan antara lain Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang berlokasi di Jatinangor (masuk wilayah Sumedang) dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), yang kebetulan saat itu memiliki kampus cabang di Cimahi - Jawa Barat.
![]() |
Gambar: Kampus IPDN di Jatinangor - Sumedang (sumber: suaranusantara.com) |
Sejak Ujian Nasional selesai dilaksanakan, Kang Achay memfokuskan diri untuk mempersiapkan seleksi masuk perguruan tinggi, baik PTN maupun pendidikan kedinasan tersebut. Meskipun demikian, Kang Achay tidak mengikuti les-les tambahan meskipun saat itu sudah ramai lembaga-lembaga ternama yang menawarkan program-program seleksi masuk PTN, STAN, dan sebagainya. Lagi-lagi alasan keuangan menjadi hambatan. Waktu itu belum ada les online seperti sekarang ya. Singkat kata, saya mengikuti SPMB dan seleksi masuk STAN. Alhamdulillah... Allah Swt menetapkan hasil terbaik. Kang Achay gagal tembus jurusan kedokteran di PTN impian, pun tidak lolos ke STAN. Adapun IPDN, saya harus melupakan impian itu karena terjadi peristiwa meninggalnya salah seorang praja IPDN bernama (alm) Cliff Muntu akibat kekerasan oleh seniornya sehingga Pemerintah memutuskan moratorium penerimaan praja IPDN.
Meskipun telah berusaha untuk menerima takdir tersebut, perasaan saya tidak bisa dibohongi, sedih tiada terkira. Waktu itu sempat pula ada penyesalan, kenapa tidak mengambil tawaran jurusan pendidikan fisika di salah satu PTN di Bandung melalui penelusuran minat/bakat (PMDK). Kala itu pilihan tersebut tidak diambil karena konon biaya kuliah jalur PMDK jauh lebih tinggi dibandingkan jalur SPMB. Kang Achay melihat masa depan diri menjadi seperti gelap gulita. Hati Kang Achay hampa di tengah berita dari sana-sini tentang kelulusan teman-teman dan saudara Kang Achay di berbagai kampus negeri ternama. Setelah menghabiskan waktu yang cukup untuk introspeksi diri, Kang Achay memutuskan pergi ke Sukabumi dengan tujuan untuk membunuh waktu sampai dengan masa seleksi masuk PTN tahun depan. Disana Kang Achay merencanakan untuk masuk pesantren atau bekerja apapun yang dapat dilakukan.
Dalam beberapa waktu berselang, Kang Achay sudah ada di Sukabumi. Paman menitipkan Kang Achay kepada seorang Kepala Madrasah Ibtidaiyah (MI) untuk membantu mengajar disana. Tawa riang anak-anak sekolah disertai keluguan dan kenakalan khas anak kecil telah menyihir batin Kang Achay. Peristiwa kegagalan yang barusan dialami seakan sirna, berganti semangat hidup dan kebahagiaan berbagi ilmu. Tak perlu waktu lama, Kang Achay pun telah mengenal beberapa kampus di kota tersebut. Tahun itu pula Kang Achay langsung mendaftar di salah satu kampus swasta. Niatnya tidak lain hanya untuk membunuh waktu, tidak untuk serius menempuh pendidikan. Karena dalam benak Kang Achay waktu itu masih terpatri niat untuk mengikuti lagi SMPB tahun berikutnya untuk mewujudkan cita-cita semula.
Dua semester telah terlampaui. Nilai yang diperoleh dengan belajar seadanya itu rupanya tidak jelek-jelek amat. Indeks Prestasi setiap semester nyatanya tidak kurang dari 3,5. Akan tetapi nasib nampaknya memang tidak menghendaki saya kuliah di jurusan kedokteran, karena toh ternyata saya kembali gagal menembus SPMB. Saya meyakini bahwa kali ini masalahnya adalah persiapan yang jauh lebih tidak memadai. Kesibukan pekerjaan dan kuliah mau tidak mau telah membagi waktu saya dalam mempelajari soal-soal tes. Akhirnya, Kang Achay mulai menerima kenyataan dan mulai bertekad untuk menyelesaikan kuliah di kampus itu. Saya juga mulai banyak terlibat dalam kegiatan mahasiswa di kampus, hingga terpilih sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa.
Satu peristiwa juga ikut mempengaruhi semangat yang sudah mulai bangkit itu. Ialah persoalan beasiswa dari pemerintah sebagai salah satu kompensasi kenaikan BBM saat itu. Beasiswa diperuntukan bagi mahasiswa yang memerlukan serta memiliki prestasi yang memadai sesuai ketentuan. Sayangnya, Kang Achay mendapati rekruitmen penerima beasiswa tidak dilakukan dengan transparan dan akuntabel. Sejujurnya, Kang Achay memang membutuhkannya tetapi dapat menerima kenyataan apabila akhirnya tidak memperolehnya asalkan seleksi penerima dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Rekruitmen justru dilakukan secara diam-diam oleh pihak kampus, khususnya ditujukan kepada para mahasiswa yang memiliki koneksi dengan pihak kampus. Mahasiswa seperti Kang Achay yang tidak memiliki koneksi khusus dengan pihak kampus, tidak ditawari sama sekali. Sejak kejadian itu, Kang Achay bertekad di dalam hati untuk membuktikan kepada pihak kampus bahwa saya bisa memperoleh beasiswa dari pihak lain yang usaha sendiri. Dari sinilah semua bermula...
Perkuliahan semester ketiga sudah berjalan, mendekati akhir semester. Tapi informasi mengenai kesempatan seleksi beasiswa pun belum ada. Padahal kebutuhan biaya kuliah semakin meningkat, dan semua sebisa mungkin Kang Achay tangani sendiri karena tidak ingin meminta kepada orang tua. Kebutuhan akan laptop pun sudah semakin mendesak untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Selama ini, Kang Achay sesekali nebeng komputer milik paman atau komputer sekolah, tapi lebih sering nongkrong di warung internet (warnet). Kang Achay memang sudah mulai menabung untuk membeli laptop, tapi uang terkumpul belum mencukupi.Tak ada yang dapat dilakukan waktu itu, selain berdoa kepada Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa, terutama dalam sepertiga malam terakhir.
17 Desember 2008.
Aktivitas keseharian masih berjalan sebagaimana biasanya. Aktivitas kerja di Madrasah juga meningkat karena anak sekolah memasuki masa Ujian Akhir Semester (UAS). Kang Achay sedang mengajar matematika kepada anak-anak kelas V ketika tiba-tiba pesan Blackberry Messenger masuk. "Ada seleksi beasiswa Ancora Foundation siang ini pukul 13.00 WIB di Aula Universitas Muhammadiyah Sukabumi". Hati bergetar membaca pesan itu. Segera setelah pelajaran selesai, Kang Achay menuju tempat dimaksud, tanpa membawa dokumen apapun karena memang tidak tahu dokumen apa yang harus dibawa. Semua serba mendadak. Hanya niat yang dibawa saat itu.
![]() |
Gambar: Kampus Universitas Muhammadiyah Sukabumi tempat seleksi beasiswa berlangsung (Sumber: info.co.id) |
Persyaratan tes tertulis itu rupanya tidaklah berbelit-belit, sangat simpel. Setiap orang yang mendaftar hanya mengisi daftar hadir, meninggalkan nomor HP yang aktif, dan menyatakan diri sebagai mahasiswa, kemudian masuk ke aula untuk mengikuti tes tertulis. Perwakilan panitia memberikan sambutan mengenai profil beasiswa, tahapan seleksi, serta berbagai hal lainnya. Hasil seleksi tertulis itu akan diumumkan malam itu juga melalui SMS. Tak lama kemudian peserta yang jumlahnya ratusan itu larut dalam soal-soal yang jumlahnya ratusan itu. Soalnya tidak lain merupakan soal-soal yang sejenis dengan SPMB, yang mana belum lama ini Kang Achay gagal. Sejujurnya, hal ini menimbulkan banyak keraguan dan ketidakpercayaan diri menghadapi soal-soal itu. Banyak diantara peserta yang meninggalkan ruangan di awal waktu, entah karena memang sudah selesai atau karena tidak sanggup mengerjakan soal yang mengocok otak tersebut. Tapi saya memilih untuk tidak menyerah, sehingga saya menjadi peserta terakhir yang meninggalkan ruangan aula. Itupun dengan sebagian soal yang diisi tanpa jawaban yang meyakinkan.
18 Desember 2008.
Kang Achay tidak berani berharap banyak dari seleksi itu, mengingat begitu sulitnya soal seleksi. Akan tetapi, hati kecil Kang Achay tetap berharap ada kesempatan dan rejeki terbaik dari Allah Swt. Hingga larut malam Kang Achay masih terjaga, menunggu kalau-kalau ada SMS dari pansel beasiswa. Akan tetapi, hingga pagi harinya SMS yang ditunggu itu tak kunjung datang. Kang Achay segera bersadar diri dan membuang harapan manis itu. Murid MI mungkin sudah menunggu sehingga hari ini aktivitas mengajar kembali berlangsung sebagaimana biasa. Bercanda dengan anak-anak, mengamati keluguan mereka, atau kadang harus mengernyitkan dahi karena kenakalan mereka membuat saya segera melupakan hasil seleksi itu. Sampai akhirnya, sekira pukul 11.00 WIB, masuk SMS ke HP saya "Selamat Saudara lulus seleksi tertulis. Seleksi berikutnya akan dilaksanakan di Villa Gunung Mas-Puncak Kabupaten Bogor tanggal 18-19 Desember 2008. Registrasi dilakukan pada tanggal 18 Desember 2008 pukul 13.00 WIB di lokasi. Harap membawa Rincian Anggaran Biaya (RAB) dari kampus masing-masing".
Kang Achay tertegun membaca pesan itu. Dalam hati ada perasaan bahagia bercampur haru. Sujud syukur dilakukan kepada Sang Khalik Penguasa Semesta Alam. Tapi semua kebahagiaan itu tidak berlangsung lama karena Kang Achay segera menyadari bahwa waktu pelaksanaan seleksi itu adalah hari itu juga. Kang Achay membaca berulang kali pesan itu tapi tidak ada yang salah. Tanggal 18 Desember 2008 pukul 13.00 WIB harus registrasi di Bogor dengan RAB dari kampus. Bagaimana mungkin, sedangkan saya masih ada di tempat kerja di Sukabumi? Belum lagi harus mengurus dokumen RAB ke kampus.
Pukul 13.00 WIB, Kang Achay masih di kampus menunggu staf yang berwenang membuat RAB. Tidak lama kemudian, saya keluar dari BAAK dengan wajah redup karena permohonan itu ditolak pihak kampus. Mereka tidak dapat memberikan dokumen yang diminta. Menurut mereka, setelah beasiswa diperoleh barulah dokumen RAB dapat dikeluarkan. Saya tidak mau berbantah dengan mereka, jelas merekalah yang memiliki kewenangan. Dalam hati ada kesal yang memuncak, tapi saya hanya bisa menahannya. Hati seakan remuk, harapan seakan sirna ketika saya menuju halaman kampus ketika seorang senior menyapa seraya bertanya apa yang terjadi. Kang Achay menceritakan semua apa adanya, diakhiri dengan pertanyaan "Apa yang harus saya lakukan?" Ia menjawab dengan tenang dan tegas, bahwa saya harus berangkat apapun yang terjadi.
Sekitar pukul 14.30 WIB, Kang Achay sudah ada di dalam bus jurusan Sukabumi-Jakarta. Sejujurnya, Kang Achay berangkat tanpa alamat yang jelas, tanpa RAB dari kampus bahkan tanpa bekal uang yang cukup. Ketika memohon izin melalui telepon kepada orang tua di kampung dan paman, saya hanya katakan akan berangkat ke bogor untuk suatu keperluan seleksi. Paman menawarkan sejumlah uang sebagai bekal tapi saya tolak. Pun demikian dengan orang tua saya, Kang Achay hanya memohon doa dari mereka.
Bus berjalan pelan sekali. Sudah sekitar sejam dari sejak berangkat, bus bahkan belum keluar dari perbatasan kecamatan tempat kampus saya berada. Saya semakin putus asa, tapi segera meneguhkan lagi tekad bahwa saya harus mengejar impian itu. Saya membayar ongkos kepada kondektur seraya meminta diturunkan saat itu juga. Saya pindah kendaraan, ke mobil angkutan jurusan Bogor-Sukabumi, lebih dikenal dengan "Colt Bogoran". Setiap orang Sukabumi pasti tahu bagaimana tindak tanduk para supir angkutan ini. Tak heran, Colt Bogoran dianggap sebagai setan jalanan di jalur Sukabumi-Bogor. Saya segera mendapatkan kendaraan itu. Tapi ketika masuk kendaraan dan baru akan duduk, sang kondektur sudah tergesa menutup pintu mobil. Saya berteriak kesakitan, orang satu mobil ternganga semua. Ada yang kasihan, ada pula yang menyumpahi. Sementara saya menahan sakit. Tiga jari tangan Kang Achay berlumur darah, terjepit pintu mobil. Sepanjang jalan Sukabumi-Bogor (Ciawi) yang macet itu dihabiskan dengan menahan sakit. Sakit dalam hati atas tindakan pihak kampus belum juga reda ditambah sakit fisik itu. Yaa Allah... mengapa cobaan ini begitu berat.
![]() |
Gambar: Villa Gunung Mas Puncak Bogor (sumber: arhanaoutbond.com) |
Hampir magrib ketika saya tiba di perempatan Ciawi. Setelah menyempatkan shalat asar di salah satu masjid disana, saya segera mencari-cari angkot menuju Puncak. Angkot bergerak lambat, karena penumpang baru beberapa orang. Nyatanya hingga adzan magrib berkumandang, penumpang yang ada cuma itu saja. Sang supir melaju dengan kesal. Saya bertanya kepada para penumpang tentang lokasi yang saya tuju. Dari keterangan mereka diketahui, angkot ini biasanya tidak sampai kesana. Satu per satu penumpang turun, tinggal saya seorang diri. Supir angkot yang mungkin mendengar pencakapan saya segera menyatakan bahwa tujuan sudah dekat. Saya diturunkan. Nyatanya, Kang Achay masih harus berjalan beberapa puluh menit hingga menemukan gerbang Villa Gunung Mas Puncak Bogor.
Sekian dulu ya teman-teman. Lain waktu kita sambung lagi...
Asep Cahyana (Kang Achay)
Komentar
Posting Komentar