Pelayanan Publik dan Pemuda
![]() |
Sumpah Pemuda (sumber: pontas.id) |
Bagi bangsa Indonesia, tanggal 28 Oktober memiliki kedudukan yang khusus. Hari sakral di akhir penanggalan bulan masehi kesepuluh itu dikenal sebagai Hari Sumpah Pemuda. Momentum itu untuk mengingat Kongres Pemuda II yang dilaksanakan di Jakarta tanggal 27-28 Oktober 1928, dengan keputusan akhir bernama Sumpah Pemuda. Suatu sumpah luhur para pemuda dari seluruh nusantara saat itu, yang walapun belum merdeka dari penjajahan Belanda, tapi bertekad menyuarakan persatuan: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, Indonesia.
Peringatan Sumpah Pemuda ke-91
tanggal 28 Oktober 2019 kemarin juga agaknya menuliskan sejarah tersendiri.
Pasalnya, beberapa hari sebelumnya Presiden Joko Widodo melantik Kabinet
Indonesia Maju yang diisi beberapa kaum muda. Salah satu yang menjadi perhatian
besar publik hingga menjadi trending
topic adalah Nadiem Makarim, pendiri salah satu perusahaan angkutan
berbasis daring yang dilantik Presiden menjadi Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan.
Pelayanan
publik bagi pemuda
Secara legal formal,
definisi pemuda disebut dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang
Kepemudaan. Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting
pertumbuhan dan perkembangan yang berusia enam belas sampai tiga puluh tahun. Batasan
usia ini pernah dimohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi oleh KNPI Jawa
Barat pada tahun 2014. Pasalnya, Konvensi Hak-Hak Anak, Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM menentukan usia anak berusia delapan belas tahun dan belum menikah.
Namun akhirnya permohonan pengujian itu ditarik kembali pada tanggal 21 Februari
2014. Sementara menurut World Health Organization (WHO), usia pemuda ada pada
rentang 18-65 tahun.
Dengan menggunakan
perspektif Undang-Undang Kepemudaan, pelayanan (publik) bagi pemuda dijabarkan
dengan cukup rinci. Pelayanan ini meliputi penyadaran, pemberdayaan, dan
pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan pemuda, agar
terlaksana hal-hal baik itu dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pelaksanaannya
disesuaikan dengan karakteristik pemuda, yaitu memiliki semangat kejuangan,
kesukarelaan, tanggungjawab, ksatria, serta memiliki sifat kritis, idealis,
inovatif, progresif, dinamis, reformis, dan futuristik. Hal ini ditujukan agar
tumbuh patriotisme, dinamika, budaya prestasi, dan semangat profesionalitas,
serta meningkatkan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam membangun dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk mewujudkannya, dilakukan strategi
pelayanan seperti bela negara, kompetisi, apresiasi, peningkatan dan perluasan
peluang kerja, kesempatan berekspresi, kesempatan pendidikan serta
keterampilan, d.l.l.
Pemerintah, Pemerintah
Daerah, maupun masyarakat sama-sama memiliki kewajiban dalam melaksanakan
pelayanan kepemudaan. Ketiga unsur tersebut berkewajiban untuk bersinergi dalam
melaksanakan pelayanan kepemudaan. Pemerintah bertugas melakukan penajaman,
koordinasi dan sinkronisasi program kepemudaan. Pemerintah daerah bertugas melaksanakan
kebijakan nasional, menetapkan kebijakan lokal, dan mengoordinasikan pelayanan
kepemudaan di daerah. Adapun masyarakat berperan melindungi pemuda dari
pengaruh buruk, memberdayaan sesuai dengan tuntutan masyarakat, serta melatih
pemuda dalam pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan.
Masyarakat juga dapat berperan menyediakan prasarana dan sarana pengembangan
diri dan menggiatkan gerakan cinta lingkungan hidup dan solidaritas sosial di
kalangan pemuda.
Dengan demikian, konsep pelayanan
publik bagi pemuda-pemudi Indonesia telah dirancang cukup luas dan ideal. Namun
yang lebih penting saat ini adalah mewujudkannya dalam bentuk program dan pelayanan
publik yang berkualitas, agar pemuda-pemudi Indonesia memiliki kualitas jiwa
raga yang tinggi. Karena pemuda-pemudi yang berkualitas adalah modal sumber
daya manusia yang unggul bagi pembangunan dan mewujudkan kejayaan bangsa.
Peran
pemuda dalam pelayanan publik
Peran pemuda bagi
pelayanan publik pun sangat terbuka luas. Sebagai bagian dari masyarakat,
pemuda dapat mengambil peran serta sebagaimana diatur Pasal 39 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Berdasarkan ketentuan ini, pemuda dapat berperan serta sejak penyusunan standar pelayanan sampai dengan evaluasi
dan pemberian penghargaan. Hal itu diwujudkan dalam bentuk kerja sama,
pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta peran aktif dalam penyusunan
kebijakan publik. Pemuda sebagai bagian masyarakat juga
dapat membentuk
lembaga pengawasan pelayanan publik.
Di sisi lain, pemuda
sesuai kompetensinya juga dapat mengambil peran sebagai penyelenggara pelayanan
publik. Berkiprahnya kaum muda dalam kepemimpinan di sektor publik, mengandung
arti bahwa pemuda telah mengambil peran ini. Tentu saja, pemuda yang berkiprah
sebagai penyelenggara diikat dengan sejumlah kewajiban dan larangan berdasarkan
undang-undang. Kewajiban tersebut bermuara pada keharusan memberikan pelayanan
publik yang berkualitas bagi masyarakat. Sedangkan larangan berhulu pada tidak
boleh dilakukannya perbuatan atau tindakan yang merugikan penyelenggara itu
sendiri dan masyarakat selaku penerima layanan.
Mendikbud Nadiem
Makarim sebagai salah satu tokoh muda yang saat ini menduduki puncak
kepemimpinan organisasi pelayanan publik tak lepas pula dari kewajiban dan
larangan tersebut. Apalagi institusi pelayanan publik yang dipimpinnya terkait
dengan pendidikan, salah satu pelayanan paling mendasar bagi masyarakat. Menurut
catatan Ombudsman, fungsi pelayanan pendidikan dasar, menengah dan tinggi masih
menyisakan sejumlah persoalan. Carut marut penerimaan peserta didik baru (PPDB),
plagiarisme di perguruan tinggi, dan integritas dalam pemilihan pimpinan
perguruan tinggi merupakan sebagian kecil persoalan yang menjadi pe-er dan menunggu “sentuhan” ala pemuda.
Pemuda, yang konon menurut Bung Karno dengan satu orang saja bisa
mengguncangkan dunia.
Jakarta, 28 Oktober 2019
Asep Cahyana (Kang Achay)
Komentar
Posting Komentar