Wawancara Beasiswa LPDP

Pengalaman Mengikuti Beasiswa LPDP Bagian 4 - Wawancara


Teman-teman pembaca yang saya cintai....
Kang Achay ingin sekali melanjutkan cerita pengalaman ini sejak lama, tapi apa daya hal tersebut baru bisa diwujudkan karena Kang Achay harus berbagi waktu dengan aktivitas lainnya. Kalau tidak salah episode sebelumnya sudah sampai di Kang Achay selesai mengikuti SBK ya? Nah, mari kita mulai lanjutan ceritanya.

Beberapa hari setelah mengikuti SBK, pengumuman pun muncul di akun LPDP Kang Achay. Alhamdulillah.... Saya dinyatakan lulus tahap SBK dan berkesempatan mengikuti seleksi wawancara. Tidak lama kemudian, pihak LPDP menyusuli dengan mengirimkan email yang berisi informasi mengenai rentang waktu pelaksanaan wawancara. Kalau tidak salah, seleksi wawancara akan dilaksanakan mulai dari akhir bulan Juli 2019 s.d. pertengahan Agustus 2019. Seleksi pada tanggal-tanggal awal akan dilaksanakan untuk peserta yang sudah mengantongi LoA. Adapun peserta yang belum memiliki LoA seperti Kang Achay, dijadwalkan mengikuti wawancara pada tanggal-tanggal akhir sekitar pertengahan Agustus 2019. Ya, terima apa adanya saja yaa... Kan semua ketentuan panitia yang mengatur. Lagipula, lebih banyak waktu untuk persiapan kan lebih bagus.

Ngomong-ngomong soal persiapan, Kang Achay "bergerilya" dari blog ke blog untuk mencari informasi mengenai pengalaman selama tahapan wawancara LPDP. Tapi saya sudah lupa nih blog yang pernah dikunjungi, umumnya sih menyatakan bahwa pada tahapan ini dilakukan dua kegiatan. Pertama, terdapat forum yang disebut Leaderless Group Discussion (LGD), dimana peserta dibagi dalam kelompok terdiri atas beberapa orang. Kemudian mereka diminta untuk mendiskusikan suatu topik tertentu dalam pengamatan dari pihak penilai. Sejumlah tips dari blog-blog tersebut yang masih Kang Achay ingat antara lain: berusahalah untuk menyampaikan pendapat akan tetapi jangan terlalu dominan, hargai pendapat orang lain, serta jangan bertindak seolah-olah sebagai mediator maupun pimpinan diskusi. Iya juga sih, kan namanya juga leaderless, pastinya tidak boleh ada pemimpin diskusi. Jenis tes ini nampaknya ditujukan untuk menilai kepribadian seseorang dalam berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain atau bekerja dalam tim. Masih menurut blog yang saya baca, tes kedua berupa wawancara dengan beberapa pewawancara. Wawancara untuk peserta dengan tujuan kampus dalam negeri dilakukan dengan bahasa Indonesia. Adapun peserta dengan tujuan kampus luar negeri diwawancarai dan harus memaparkan segala sesuatunya dengan bahasa Inggris. Beberapa tips juga disampaikan, mulai dari cara masuk ke ruangan, cara duduk, cara menjawab, cara "ngeles" dari pertanyaan yang sulit, dan lain-lain. Pokoknya, thanks banget lah buat Mas/Mba awardee generasi lebih awal yang udah menuangkan pengalamannya di blog, sangat membantu saya dalam memahami situasi "medan tempur" sebelum "berperang". Hehehe...

Akan tetapi, tekad Kang Achay dalam memperjuangkan mimpi meraih beasiswa dan melanjutkan pendidikan memang harus cukup kuat. Tidak lama setelah dinyatakan lulus SBK, kantor tempat Kang Achay bekerja menugaskan untuk mengikuti suatu diklat keahlian tertentu yang sangat penting. Jumlah pegawai yang ditugaskan dari seluruh Indonesia tidak banyak, tidak sampai 30 orang. Tempat diklatnya di salah satu institusi diklat di lingkungan Polri yang berlokasi di Bandung. Adapun jangka waktunya adalah selama 30 (tiga puluh) hari mulai tanggal 1 Agustus 2019. Padahal jadwal tes wawancara LPDP ada di pertengahan bulan tersebut. Kang Achay sangat bimbang waktu itu. Berbagai hal menjadi pertimbangan Kang Achay, karena sejujurnya kedua hal tersebut sama pentingnya. Sayangnya, jarak dan waktu tempuh dari Bandung ke Jakarta itu lumayan, apalagi sejak berlangsungnya pembangunan tol layang Jakarta-Cikampek. Macet gak ketulungan, Jakarta - Bandung bisa 8 jam.

Setelah melalui pertimbangan yang sangat berat, akhirnya Kang Achay memutuskan ikut diklat tersebut. Akan tetapi saya juga berupaya sejak awal menyampaikan informasi kepada pimpinan dan pihak penyelenggara diklat mengenai kemungkinan saya bisa meninggalkan lokasi diklat selama satu atau dua hari diklat. Jawaban dari pihak penyelenggara diklat mencengangkan. Salah satu aturan diklat menyatakan bahwa peserta diklat yang keikutsertaannya kurang dari sejumlah waktu tertentu maka akan otomatis dinyatakan gugur atau tidak lulus. Setelah saya hitung, maksimal absen tersebut adalah dua hari. Sayangnya, Kang Achay juga belum mengetahui secara pasti mengenai tanggal pelaksanaan wawancara tersebut sehingga tidak dapat menginformasikan juga secara pasti kepada pembimbing diklat.

Singkat kata diklat sudah mulai dilaksanakan. Kang Achay tinggal di asrama dengan akses internet yang terbatas karena berada di tengah perbukitan, serta waktu untuk mengakses perangkat komunikasi yang terbatas karena jadwal diklat yang padat. Hari ke hari dilalui dengan belajar ilmu dan keterampilan baru bersama rekan seperjuangan. Para pembimbing umumnya sangat disiplin, khas diklat ala TNI/Polri. Akan tetapi Kang Achay tetap tidak bisa melupakan bahwa saya harus mengikuti seleksi wawancara LPDP, apapun yang terjadi. Perjuangan sudah di penghujung jalan, tinggal satu langkah lagi untuk lulus seleksi. Sayang sekali apabila Kang Achay harus menyerah dengan tidak hadir wawancara. Di sisi lain, apabila kemudian dinyatakan tidak lulus diklat tersebut juga menjadi track record yang buruk bagi perjalanan karier saya di lembaga tempat saya bekerja. Kebimbangan itu selalu menghantui di setiap malam saat mata Kang Achay menatap langit-langit barak berselimutkan dinginnya udara di alam sekitar.

Beberapa hari sebelum pelaksanaan wawancara, Kang Achay memperoleh informasi dari pihak LPDP melalui email bahwa seleksi tahap wawancara LPDP untuk Kang Achay dilaksanakan tanggal 13-14 Agustus 2019. Pihak LPDP juga mengirimkan link mengenai beberapa informasi yang harus diisi sebelum pelaksanaan wawancara. Peserta diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan, yang sayangnya Kang Achay tidak akan uraikan lebih jauh karena bisa jadi menjadi bagian substansi seleksi yang tidak boleh dibuka untuk umum tanpa seizin pihak LPDP. Akan tetapi Kang Achay yakin pertanyaan tersebut akan dapat dijawab oleh setiap orang, asalkan berlaku jujur terhadap dirinya sendiri.

Kang Achay cukup lega karena sudah mengetahui waktu pelaksanaan seleksi. Maka, tugas berikutnya adalah mengajukan izin kepada pihak penyelenggara diklat untuk mengikuti wawancara. Kang Achay menghubungi perwira pendamping untuk melaksanakan niat tersebut. Apa yang terjadi? Salah satu syarat pengajuan izin keluar dari lokasi pelatihan adalah adanya penugasan resmi atau undangan resmi dengan bukti adanya surat berstempel. Saya tahu itu tidak mungkin, karena pihak LPDP tidak menyampaikan undangan wawancara melalui surat melainkan melalui email, yang seharusnya dapat dipandang sebagai informasi yang sama resminya karena disampaikan melalui email resmi LPDP. Saya hampir putus asa. Tapi saya masih coba berfikir jernih dengan mencoba mengirimkan tiket bantuan kepada LPDP sekaligus mengirim email. Jawaban email dari LPDP belum melegakan hati saya waktu itu karena intinya menyatakan bahwa surat undangan tertulis tidak dapat dipenuhi. Saya kembali memutar otak, bagaimana caranya untuk dapat memperoleh izin tersebut.

Belum lagi Kang Achay menemukan solusi atas permasalahan izin keluar dari barak, permasalahan lain muncul. Saya lupa, apakah baru menyadari atau karena ada perubahan jadwal, yang pasti tanggal 13-14 Agustus 2019 dimana saya harus mengikuti pelatihan adalah jadwal mata diklat yang dibawakan oleh salah seorang Pimpinan kami. Bagaimana mungkin Kang Achay malah meninggalkan lokasi pelatihan sementara Pimpinan sendiri yang akan mengisi materi. Ini semakin membuat persoalan menjadi genting. Sejujurnya saya hampir saja menyerah... Saya hampir memutuskan tidak akan berangkat ke Jakarta untuk wawancara seleksi LPDP, ketika perwira pendamping mendekati saya dan bertanya "Mana persyaratan untuk izin mengikuti wawancara beasiswa itu?" Saya sampaikan bahwa dokumen yang ada hanyalah email, tidak ada surat berstempel. Ia hanya memberikan kode mata bahwa semua bisa dia tangani. Saya mengambil kertas berisi hasil cetakan email dengan surat permohonan yang saya tulis sendiri ditujukan kepada Pimpinan Lembaga Diklat. Sang perwira berlalu dengan berkas di tangannya....

Esok harinya, pagi-pagi sekali dia sudah membawa sepucuk amplop berwarna cokelat khas intitusi Polri dan menyerahkan kepada saya. Saya buka isinya berupa izin dari Pimpinan Lembaga Diklat untuk meninggalkan lokasi diklat tanggal 13-14 Agustus 2019. Saya tidak bisa membendung perasaan bahagia saya. Satu rintangan telah terselesaikan. Saya tidak hentinya mengucapkan terima kasih kepada perwira polisi tersebut. Meskipun izin diberikan untuk 13-14 Agustus 2019, tapi dengan jaminan perwira pendamping tersebut saya diizinkan menuju Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2019 malam karena mempertimbangkan waktu tempuh yang tidak memadai bila saya menuju Jakarta tanggal 13 Agustus 2019 pagi. Kebetulan di malam hari itu tidak ada kegiatan diklat, jadi tidak akan mengurangi jam pelajaran.

Akan tetapi satu lagi persoalan masih tersisa. Bagaimana meminta izin kepada Pimpinan saya yang akan mengisi materi tanggal 13 Agustus 2019? Saya mempertimbangkan matang-matang mengenai langkah yang akan dilakukan. Saya juga berkonsultasi dengan komandan peleton mengenai rencana tersebut, yang disambut dengan dukungan penuh baik dari Danton maupun peserta pelatihan yang lain. Mereka mendoakan untuk kelancaran dan kesuksesan saya mengikuti seleksi. Danton menyuruh saya untuk menyampaikan permohon izin melalui telepon atau WhatsApp kepada Pimpinan disertai keyakinan bahwa beliau akan mengizinkan dan memahami kondisinya.

Saya tidak menyangka sebelumnya bahwa tanggapan Prof. AM akan sangat baik. Beliau langsung membalas WA saya disertai pesan "Kalau Anda lulus dan memerlukan rekomendasi saya, hubungi saya!". Saya bahagia tiada tara dan mengucapkan beribu terima kasih kepada beliau atas kebaikan hatinya. Sampai kapanpun tidak akan saya lupakan kebaikan tersebut.

Saya segera menuju Jakarta malam itu juga, dengan mengendarai kendaraan roda empat. Saya memang sudah mengantisipasi panggilan wawancara mendadak sehingga membawa mobil tersebut ke lokasi sejak awal diklat dan kebetulan hal tersebut diperkenankan. Perjalanan Bandung-Jakarta cukup padat dan melelahkan ditambah guyuran hujan dan proyek pembangunan yang mengakibatkan jalan sempit dan licin. Kondisi badan saya juga lelah dan penat, membuat kantuk tak dapat ditahan. Beberapa kali saya hampir menambrak mobil di depan saya akibat mata yang tak kuat menahan kantuk.

Saya tiba di rumah di daerah Jakarta Selatan sekitar jam dua malam. Setelah membersihkan diri dan melaksanakan shalat, saya langsung istirahat dengan harapan esok harinya saya dapat bangun tepat waktu untuk menuju ke kampus Politeknik Keuangan Negara STAN yang berlokasi di wilayah Bintaro, Tangerang Selatan.

Esok harinya saya berusaha untuk bangun pagi. Saya ingat bahwa rambut saya belum dipangkas, dan tidak layak untuk mengikuti wawancara dengan rambut seperti itu. Saya bermaksud merapikan rambut saya sebelum menuju lokasi, karena masih ada waktu yang nampaknya cukup memadai. Sayangnya, barbershop langganan saya masih tutup. Saya terpaksa hadir ke lokasi dengan rambut yang masih seadanya itu. Tiba di lokasi, banyak orang sudah ada disana. Saya bertemu beberapa orang dan langsung akrab meskipun baru saling mengenal. Satu orang adalah guru swasta, satu orang  pegawai Kemenkumham, dan satu lainnya belum bekerja. Mereka semua peserta seleksi tujuan kampus luar negeri. Ngomong-ngomong, Kang Achay baru menyadari setelah diberitahukan tiga kawan baru itu kalau format wawancara sudah berubah. Tidak ada lagi LGD, melainkan ada dua kali wawancara. Wawancara pertama lebih kepada substansi proposal studi dan motivasi, sedangkan wawancara kedua berupa wawasan kebangsaan dan bela negara.

Ternyata, hari pertama itu hanya diisi dengan melakukan pemeriksaan keabsahan dan keaslian berkas-berkas yang hasil scannya dikirimkan kepada LPDP selama proses Seleksi Administrasi. Berkas pendaftaran LPDP saya kemudian distempel oleh pihak LPDP untuk menunjukan telah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan sah. Adapun pelaksanaan wawancara baru dilakukan pada keesokan harinya. Otomatis, hari itu Kang Achay tidak lama-lama berada di Kampus PKN STAN. Setelah ngobrol beberapa saat dengan kawan baru sambil menyantap makan siang di kantin kampus. Kemudian kami bertukar kontak, shalat dzuhur berjamaah, lalu berpisah untuk pulang masing-masing. Kang Achay menyempatkan diri mampir di barbershop untuk merapikan rambut.

Malam harinya Kang Achay sudah mulai grogi. Bayang-bayang pewawancara mulai memenuhi ruang pikiran. Isteri saya menangkap kegelisahan tersebut, kemudian kami memutuskan untuk melatih wawancara. Isteri saya jadi pewawancara. Kami melatihnya beberapa kali sampai saya cukup tenang dan percaya diri. Tak lupa, dia memberikan masukan mengenai beberapa kekeliruan saya dalam menjawab maupun beberapa mimik dan sikap yang tidak pas. Pagi harinya, saya bangun lebih awal. Selesai melaksanakan shalat subuh dan bermain-main dengan anak-anak, saya menyantap sarapan pagi saya. Kemudian saya melaju menuju PKN STAN lagi membawa harapan untuk mewujudkan mimpi meraih beasiswa LPDP. Setibanya di lokasi, hari masih pagi dan wawancara belum dilaksanakan. Saya menyempatkan shalat dhuha, memohon diberikan kelancaran dan kemudahan.

Satu per satu peserta dipanggil oleh panitia untuk menuju ke depan ruangan pewawancara. Saya meneguhkan hati untuk menghadapi apapun pertanyaan yang dilontarkan. Sesaat kemudian, nomor peserta saya dipanggil oleh seorang ibu pewawancara yang berdiri di ambang pintu ruangan. Saya tersentak, kemudian dengan melangkah dengan tegap menuju ruangan, berdiri di depan tiga orang pewawancara, meminta izin duduk, dan wawancara pun berlangsung lancar. Para pewawancara menanyakan banyak hal mengenai latar belakang saya, pekerjaan saya, motivasi melanjutkan pendidikan dan banyak hal lainnya. Semua itu saya jawab dengan sejujurnya. Pewawancara bahkan sempat menanyakan apakah saya suka menulis, dan saya jawab iya. Beliau menyukai tema penelitian yang saya ajukan, dan membuat saya cukup lega serta menumbuhkan harapan akan hasil yang baik. Wawancara pertama dilaksanakan sekitar 30-40 menit, selanjutnya saya menunggu cukup lama untuk mengikuti wawancara kedua. Wawancara kedua hanya dilakukan seorang pewawancara. Kami banyak diskusi mengenai latar belakang organisasi yang saya jalani, pandangan ideologis saya, termasuk komitmen saya kepada NKRI. Jelas saja, Kang Achay seorang berlatar belakang Pramuka dan dididik oleh keluarga yang cinta kepada tanah air tumpah darahnya. Pewawancara nampaknya puas dengan jawaban Kang Achay dan terlihat cukup senang berdiskusi dengan saya. Saya keluar dari ruangan wawancara dengan hati lega.

Mobil saya bergerak keluar dari PKN STAN. Sesaat kemudian, benda beroda empat itu telah melaju di atas aspal tol Jakarta Outer Ring Road (JORR). Tidak untuk pulang ke rumah melainkan langsung menuju ke Bandung untuk melanjutkan tugas diklat yang sempat terselang.

.........................................................................................................

16 September 2019, sehari sebelum tanggal kelahiran saya.....
Pengumuman resmi LPDP menyatakan bahwa saya lulus seleksi wawancara. Itu artinya, saya dinyatakan lulus seleksi beasiswa LPDP. Alhamdulillah... Maasya Allah.... Tabarakallah.... Hal ini seperti mengulang kisah 10 tahun lalu ketika saya lulus beasiswa Ancora Foundation.

Sekian dulu. Sampai jumpa lagi di sambungan cerita ini....

Asep Cahyana (Kang Achay)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Suara Hati

Pelayanan Publik dan Pemuda