Rejeki Yang Tuhan Pinjam


Hanya berupa seekor anak ayam. Lima rupiah yang dipinjam oleh Si Fulan. Lima rupiah lagi aku simpan di paman. Dan lima rupiah lainnya membusuk di koperasi. Sudah. Hanya itu saja yang aku punya saat ini.

Betapa sedikit rezekimu itu. 

Sebenarnya banyak. Sangat banyak. Terlihat sedikit itu karena tidak kuhitung berapa liter udara yang tersedia berupa nafas yang aku hirup hari ini. Berapa banyak energi yang aku pakai untuk membuka kelopak mata, dimana banyak orang mati tidak lagi bisa membuka matanya. Berapa liter darah yang terus menerus mengalir di urat-urat nadiku. Berapa helai rambut menutupi kepala sebagai mahkotaku. Berapa Volt cadangan listrik dalam tubuhku. Berapa banyak lukisan indah yang kupasang di kedua bola mataku. Berapa banyak ide dalam otakku, dan lain-lain.

Ah, kau memang pintar mengada-ada. Lalu dimanakah rezeki yang lain selain itu?


Ada. Tapi tidak sedang bersamaku. Masih dipinjam. Dipinjam Tuhan.

Kau malah bercanda lagi!

Ya. Aku memang tidak sedang bercanda. Tuhan sedang meminjamnya.

Mengapa kau bisa mengatakan demikian?

Ya. Aku selalu berupaya. Aku pun sudah berdo'a. Sedangkan Tuhan telah menjamin untuk menerima semua do'a. Aku berdo'a agar Tuhan mengabulkan permintaan-permintaanku, memberikan rezeki yang melimpah untukku. Sebagian sudah Dia kabulkan, sebagian lagi masih Dia pinjam. Dia sudah berjanji.

Memangnya kau pikir semua itu benar-benar milikmu sehingga kau katakan Tuhan meminjamnya?

Kau benar. Semua itu memang milik Tuhan. Bahkan diriku sendiri pun milik-Nya. Tetapi Tuhan Maha Baik. Dia memberikan segala sesuatu kepada kita, mengamanahkannya sebagai pemilik di dunia. Sebagai khalifah yang harus menjaganya. Dia meminjamnya dariku atas posisiku sebagai  yang diberi amanah. Tapi, itupun Tuhan meminjamnya bukan untuk Dia. Tuhan meminjamnya untuk memberikannya lagi kepada orang lain. Yaitu makhluk-Nya yang lebih pantas dan lebih membutuhkan. Percayalah, Tuhan tidak menginginkan rezeki-rezeki itu. Tuhan meminjamnya dariku untuk diberikan kepada sesamaku. Agar aku mengerti caranya berkorban. Agar aku paham caranya memberi. Agar aku tidak lupa caranya saling menyayangi. Dan agar aku selalu ingat pentingnya tolong menolong.

Kau pikir Tuhan terlalu miskin untuk memberi kepada makhluk-Nya yang lain dengan meminjamnya dari rezekimu?

Tidak. Tuhan tidak miskin. Aku tidak pernah mengatakan Tuhan itu miskin. Dia sangat kaya. Tuhan tidak mungkin gali lobang tutup lobang untuk menolong makhluk yang satu ke makhluk lainnya. Gali lobang tutup lobang bukanlah sifat Tuhan. Berbeda dengan diri kita, gali lobang tutup lobang adalah kebiasaan. Dan kita melakukannya bukan untuk menolong orang lain, melainkan untuk menolong diri sendiri. Kita biasa menggali lobang di sana, untuk menutup lobang yang di sini. Tapi, Tuhan tidak begitu. Bahkan, jika Tuhan berkehendak, Dia akan membantu kita menutup lobang-lobang yang kita gali. Dia menutup banyak dari lobang kita tanpa kita sadari, sementara kita hanya fokus menutup satu dari lobang kita. Dan, pertolongan itu, Tuhan tidak pernah menganggapnya sebagai hutang kita. Yang lebih luar biasa lagi, apabila kita menolong sesama kita, maka Tuhan akan mengakui itu sebagai hutang-Nya yang sudah pasti Dia bayar. Sepuluh sampai beratus kali lipat, Dia akan sanggup membayarnya.

Apakah benar demikian? Tapi Tuhan menuntut kita untuk bersyukur atas rezeki yang kita dapat. Lalu dia mengancam kita dengan azab yang pedih saat kita tidak bersyukur. 

Tuhan meminta kita bersyukur bukan untuk-Nya, tapi untuk kita lagi. Dengan bersyukur berarti kita telah menunjukkan kepada Tuhan bahwa rezeki yang Dia berikan sangat berguna bagi kita dan kita sangat berterima kasih kepada-Nya. Betapa senangnya Tuhan ketika apa yang diberikannya, dipergunakan dengan baik dan berguna bagi makhluk-Nya. Lalu Dia akan menambahkannya buat kita. Tuhan paham kebutuhan kita yang tak terbatas. Itu manusiawi. Sedangkan Tuhan lebih tahu batas-batas kemanusiaan, karena Dia yang menciptakan manusia berikut kemanusiaannya. Dan ketika kita mensyukuri pemberian Tuhan, kita akan dinilai-Nya sebagai makhluk yang mampu menjaga pemberian-Nya. Mampu mengelolanya sesuai dengan standard operational procedure yang Tuhan buat. Bukankah stok barang di toko hanya akan diberikan setelah dinilai kinerja penjualan toko tersebut terhadap stok barang sebelumnya?

Ah, terlalu panjang penjelasan mu. Membosankan. Lalu mengapa Tuhan mengancam dengan azab yang pedih ketika kita tidak mensyukuri pemberian-Nya? Apakah Tuhan tidak tulus untuk memberikannya sehingga harus mengancam segala?

Begini. Tuhan tidak memerlukan rezeki bukan? Tuhan pun tidak memerlukan bantuan makhluk-Nya bukan? Bahkan jika Dia mau, Tuhan bisa menciptakan (lagi) milyaran manusia lain yang lebih baik dari kita. Lalu mengapa Dia menyuruh kita bersyukur. Seolah-olah Dia gila ucapan terima kasih atau gila pujian sebagaimana kebanyakan makhluk-Nya yang bernama manusia. Tidak!!! Tuhan  tidak menginginkannya. Kendati sebenarnya Dia sangat berhak. Sangat berhak untuk dipuji oleh seluruh makhluk-Nya. Tidak bersyukurnya kita adalah akan kembali lagi kepada kita. Jika kita mulai sombong dengan rezeki yang baru diberikan sedikit itu, kemudian kita akan menjadi kikir. Lalu kita akan mulai boros. Lalu kita akan mulai lalai. Lalu kita akan mulai lupa ikhtiar. Lalu kita akan mulai jatuh miskin. Miskin hati.

Lalu dunia menjauh dari kita karena kita pun menjauhkan diri dari mereka yang ada di sekeliling kita. Kita hardik anak yatim. Kita benci orang tua. Kita abaikan nasihat para guru yang menyeru kita untuk mengucap alhamdulillah. Kita abaikan para 'Amilin yang hendak mengambil zakat dari harta kita. Kita selalu lupa untuk memberikan infak dan shodaqoh. Kita lupakan lingkungan miskin di sekitar kita. Tangisan anak bayi gembel di kolong jembatan membumbung hingga memenuhi langit tadi malam. Sementara meja makan kita penuh dengan makanan sisa makan malam. Sementara kulkas dua atau tiga pintu penuh dengan makanan basi yang tidak termakan, pemulung tua mengais sisa-sisa makanan dari tong sampah di halaman rumah kita.

Kita kucilkan diri kita dari pergaulan sistem dunia ciptaan Tuhan ini. Kita matikan hati kita dari hidupnya kehidupan. Kita buat diri kita hanya larut dalam dunia sendiri dengan harta yang sebenarnya tidak banyak dibandingkan kepunyaan-Nya.

Lalu kita akan mulai merasa tidak bahagia. Sesungguhnya Tuhan telah ciptakan dalam dada manusia sifat socius. Yaitu keinginan untuk bersama dengan sesamanya. Dengan tidak mensyukuri nikmat-Nya, manusia telah menutup pintu anugerah Tuhan itu. Akhirnya dia terkucil dari kemanusiaannya. Dia terusir dari dunia socius yang seharusnya menjadi tempatnya meraih kebahagiaan. Dia tidak akan bahagia dengan hartanya yang tidak banyak itu. Dia akan semakin tidak bahagia dari hari ke hari. Itulah azab Tuhan.  Yang sebenarnya dibuat oleh manusia itu sendiri.

Rezeki. Tuhan hanya meminjamkannya kepada kita. Tetapi Dia sangat berwenang memaksa kita untuk meminjamkannya kembali pada-Nya. Atau sekalian mengambilnya secara paksa dari kita ketika kita sangat kufur terhadap nikmat-Nya. Untuk diberikan kepada mereka, saudara-saudara kita. Karena kita terlalu kikir untuk berbagi dengan mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Suara Hati

Pelayanan Publik dan Pemuda