Jangan Cepat Menyerah
Saya teringat dengan perkataan kakak
laki-laki saya ketika kami masih usia kanak-kanak dahulu. Ini tentang semangat
dan jangan cepat menyerah.
Sepulang sekolah, tugas buat kami dari
orang tua kami mengambil rumput atau membersihkan ladang. Itu menjadi kegiatan
rutin setiap hari. Dan saya selalu lebih mula daripada kakak saya untuk
melakukan tugas itu. Saya selalu ingin menunjukkan bahwa saya bersemangat
melakukan itu. Dan cenderung pula saya
melakukannnya tergesa, menghabiskan semua bahan bakar semangat dalam
waktu yang singkat. Lalu setelah itu saya berhenti kelelahan.
Kebiasaan itu berlaku dalam waktu yang
lama. Dan saya tidak pernah beroleh teguran. Tapi, suatu saat kakak mengatakan,
“Kau selalu begitu, selalu semangat di awal waktu tetapi tidak lama kemudian
kau kelelahan dan berhenti sama sekali”. Waktu itu saya tersadar bahwa itulah
salah satu kelemahan saya. Semangat saya dalam melakukan pekerjaan dinilai oleh
kakak laki-laki saya sebagai semangat yang cepat mengendur. Semangat yang
menggebu di awal pekerjaan tetapi tidak dapat bertahan sampai pekerjaan selesai
tetapi justru menurun dengan drastis di tengeh-tengah proses pekerjaan.
Saudara,
semangat yang kita tampilkan di awal pekerjaan, apalagi jika itu adalah
pekerjaan baru yang sangat kita minati adalah hal yang biasa. Namun, akan
menjadi luar biasa jika Anda bisa mempertahankan semangat Anda selama proses
pekerjaan itu hingga pekerjaan dinyatakan selesai. Dan saya yakin Anda akan
mendapatkan manfaatnya yakni pekerjaan yang terlaksana dengan tepat waktu dan
dengan hasil yang sangat memuaskan.
Saya
mempunyai seorang teman. Dia sama-sama memulai pekerjaan dengan saya pada suatu
perusahaan. Di masa-masa awal bekerja, saya menilai bahwa dia sangat menyukai
pekerjaan ini. Kami ditempatkan satu tim dan dia selalu bercerita kenyamanannya
pada pekerjaan ini kepada saya. Saya selalu mengiyakan dan tentu saja senang
mendengarnya. Karena saya pun merasakan hal yang sama, namun tidak berlebihan
mengungkapkan. Hari demi hari kami lalui, dan saya mendapati semangatnya mulai
menurun. Dia mulai berkeluh kesah tentang pekerjaan ini. Lalu dia mulai sering
membuka website untuk mencari
pekerjaan lain yang menurutnya lebih baik. Ritme kerjanya menjadi sangat tidak
karuan. Dia sering terlambat datang ke kantor dan tidak melakukan apapun. Lalu
apakah Anda tahu apa yang terjadi beberapa minggu berikutnya? Dia berhenti dan
tidak bekerja di perusahaan manapun.
Kisah
lainnya datang dari kerabat saya sendiri. Dia lulusan sebuah sekolah kejuruan.
Prestasinya lumayan tinggi, jauh lebih baik daripada rekan-rekannya. Atas
prestasinya itu, selepas lulus dia ditempatkan oleh pihak sekolah di sebuah
perusahaan. Apa yang dia lakukan? Ya, dia bersemangat bekerja melebihi
rekan-rekannya. Dia tunjukkan seluruh semangatnya, dia habiskan seluruhnya.
Hingga akhirnya dia lelah dan memutuskan berhenti dengan alasan pekerjaan itu
terlalu berat untuknya. Sementara tidak ada satupun temannya yang melakukan
seperti yang ia lakukan.
Apa
yang salah dalam kasus ini? Dia adalah orang yang paling kompeten diantara
kawan-kawannya. Dia juga yang paling bersemangat diantara mereka. Tapi mengapa
dia pula yang pertama gugur? Ya, kita harus dapat mengatur semangat kita.
Ingat, semangat kita melekat pada pekerjaan kita, karenanya kita harus mengatur
dan menyesuaikan kepada sejauh mana kemampuan diri kita akan pekerjaan tersebut.
Saudara,
saya yakin semua orang akan merasakan semangat menyelimuti seluruh tubuhnya di
awal waktu. Awal waktu disini boleh Anda artikan sebagai pagi hari sehabis Anda
mandi dan merasakan segar. Atau boleh juga Anda artikan di awal Anda mulai
menggarap sebuah pekerjaan. Tetapi yang biasanya menjadi masalah adalah dimana
pekerjaan sudah setengah jalan dan Anda mulai menemukan kebosanan. Lalu
dimanakah semangat Anda waktu itu?
Inilah
yang membedakan orang biasa dengan orang yang luar biasa. Orang yang biasa akan
langsung berhenti ketika ia merasakan “kata bosan” sudah mulai merasuk ke dalam
tubuhnya dan mengalir melalui urat nadinya. Sedangkan orang yang luar biasa
akan berusaha untuk melawannya dan terus mempertahankan semangatnya hingga dia
menyelesaikan pekerjaannya dan mendapatkan apa yang dia inginkan.
Saya
pernah membaca sebuah kata bijak dari seorang tokoh dunia. Isinya mengatakan
bahwa “orang yang gagal adalah orang yang
tidak tahu betapa dekatnya dia dengan kesuksesan ketika dia menyerah”. Dan
hal ini benar sekali adanya. Beberapa kejadian sering diceritakan oleh
teman-teman saya tentang penyesalan mereka karena berhenti melakukan sesuatu
ketika dia hampir sampai keapada kesuksesannya.
Anda
tentu setuju jika saya katakan bahwa orang yang terus bertahan dalam usahanya
walaupun didera dengan kegagalan adalah lebih baik daripada orang yang menyerah
lalu memulai lagi. Apa perbedaan nyata keduanya? Perbedaannya adalah dari titik
mana dia akan memulai lagi usahanya. Orang yang terus bertahan walaupun dia
terus menerus didera kegagalan maka dia
tidak harus memulai usahanya dari titik nol lagi tetapi dari titik terakhir dia
berusaha. Apakah titik 1, 2, 10 atau titik lainnya. Itu tidak jadi masalah,
karena dia telah berhasil mempertahankan pencapaiannya sekecil apapun.
Berbeda
dengan orang yang ketika kegagalan menimpa dia langsung menarik diri dan
berhenti sama sekali. Pencapaiannya akan hilang tidak berbekas dan dia harus
memulai lagi dari titik nol ketika dia hendak memulainnya kembali.
Saya
teringat kisah dua orang yang mempunyai profesi sama yakni menekuni dunia
wirausaha. Walaupun keduanya sama-sama menekuni dunia ini, tetapi ada perbedaan
yang kentara di antara keduanya dalam menjalankan usahanya. Orang pertama lebih
sering langsung berhenti ketika kegagalan menimpa. Lalu biasanya dia memulai
lagi dengan semangat baru dan modal yang baru. Sedangkan orang kedua lebih
senang terus berusaha dan memperbaiki kegagalan-kegagalan itu walaupun
terkadang kegagalan itu akan terus menerus melahirkan kegagalan lagi. Tetapi
dia selalu yakin bahwa ada pencapaian yang harus dia pertahankan, sekecil
apapun pencapaian itu.
Dapatkah
Anda menebak perbedaan hasil dari keduanya? Dalam 5 tahun perjuangan keduannya,
orang pertama tidak mempunyai satu pun bidang usaha. Bahkan dia hampir putus
ada karena hutang yang harus dibayar kesana sini. Sedangkan orang kedua telah
memiliki beberapa aset usaha dan dapat berbuat baik kepada orang-orang di
sekelilingnya.
Inilah
yang dikatakan dengan konsistensi. Tidak terlalu penting seberapa besar modal
Anda termasuk modal semangat yang ada di awal waktu. Tetapi yang paling penting
adalah bagaimana kita memelihara semangat ini sampai di titik dimana semangat
kita memberikan manfaat yakni hasil dan kesuksesan.
“Cepat menyerah adalah ciri orang
gagal. Bertahan dari kegagalan adalah ciri orang sukses”.
Asep Cahyana (Kang Achay)
Komentar
Posting Komentar