Masa Kampanye Lama
Rakyat masih harus terus menyesuaikan diri dengan harga-harga barang kebutuhan pokok yang naik seiring dengan kenaikan BBM yang terjadi beberapa waktu lalu dan kelangkaan minyak tanah yang masih setia sampai sekarang. Belum lagi mereka (rakyat) harus waswas pula menghadapi krisis global yang tengah melanda dunia saat ini, yang tentu imbasnya akan mengenai perekonomian Indonesia. Namun, para elite yang duduk di atas seakan pura-pura tidak mengetahui hal tersebut. Kampanye pemilihan umum yang sedianya hanya dilakukan empat belas hari saja, kini dilaksanakan hampir satu tahun. Tentu saja kampanye politik yang dilakukan dalam satu tahun itu akan banyak membutuhkan dana, khususnya untuk belanja berbagai kebutuhan promosi partai atau pun caleg. Apakah ini tidak terkesan berfoya-foya sementara masyarakat sedang menderita?
Para pemimpin negeri ini benar-benar terkesan tidak mempedulikan lagi rakyat. Bila memang mereka peduli akan nasib rakyat, mengapa kampanye politik mesti dilaksanakan begitu lama, dan akan menelan banyak biaya pula? Sementara orang miskin hampir tidak dapat makan karena harga-harga yang semakin melonjak naik saat ini. Mungkin benar yang dikatakan orang bahwa para elite politik di negara ini tidak ada sama sekali yang berniat menjadi negarawan yang siap mengabdikan dirinya untuk ”kepentingan” negara dan rakyatnya. Mereka dipilih hanya untuk menjadi sumber ”kepeningan” bagi rakyat di kemudian hari. Kebanyakan dari mereka hanyalah para elite yang hanya ingin mencicipi manisnya kekuasaan dan mempertahankannya karena merasa betah dengan segala kenikmatan fasilitas yang ditawarkan kursi kekuasaan itu.
Segala sesuatu ada kelebihan dan ada kekurangan. Begitu pula dengan kebijakan akan kampanye politik yang begitu lama ini. Kelebihannya adalah sebagai berikut :
- Bahwa dengan melaksanakan kampanye politik yang begitu lama ini, masyarakat bisa lebih mengerti dan memahami yang dimaksud dengan pemilihan umum. Jadi tugas partai politik peserta pemilu bukan hanya menawarkan program kepada masyarakat melainkan lebih jauhnya adalah memberikan pembelajaran politik kepada masyarakat. Sehingga masyarakat akan benar-benar menyampaikan aspirasinya sesuai hati nurani karena telah mengerti seluk beluk politik dan bagaimanakah pemilihan umum itu. Walaupun demikian, komitmen partai politik sangat diperlukan untuk mencapai manfaat ini. Apabila kita perhatikan, ternyata arah haluan kampanye parpol sama sekali tak mengarah ke sana. Mereka hanya menjual janji-janji politik yang terkadang terkesan amat jelas membodohi rakyat.
- Bahwa dengan melaksanakan kampanye politik yang begitu lama masyarakat akan lebih mengenal partai dan calon legislatifnya serta calon presiden yang mana mereka akan menjatuhkan pilihannya. Selain berarti bagi calon pemilih, ini sangat berarti bagi partai-partai baru yang sedang berkembang. Dengan semarak kampanye politik yang dilaksanakan cukup lama maka partai baru yang belum dikenal oleh masyarakat baik nama, tokoh, maupun program-programnya bisa dikenal oleh masyarakat sehingga mempunyai kesempatan yang sama untuk dijatuhi pilihan oleh masyarakat terutama massa mengambang (floating mass).
- Dengan adanya kampanye yang cukup lama ini akan kelihatan seberapa melembagakah parpol-parpol di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa parpo-parpol di Indonesia masih belum melambaga secara benar. Bila kita melihat dari iuran anggota saja, mungkin hanya beberapa parpol yang menetapkan uang kas bagi seluruh anggotanya. Sedangkan bagi kebanyakan parpol, anggaran yang diperlukan bagi kebutuhan parpol dibiayai oleh segelintir orang saja (para elite). Sehingga yang berpeluang untuk menjadi calon legislatif yang diusung oleh partai hanyalah orang yang berani membiayai partai sedangkan orang yang hanya ikut dalam keorganiasasian partai tanpa menyokong dana bagi partai akan terjegal langkahnya.
- Dengan adanya masa kampanye yang cukup lama ini maka loyalitas dari anggota suatu partai terutama yang dicalonkan untuk menjadi caleg ataupun eksekutif akan diuji. Seberapa kuatkan tekadnya sebagai perwakilan dari partai itu terutama atas dasar semangat kejiwaannya terhadap partainya untuk memperjuangkan nasib partainya agar menjadi pilihan masyarakat. Tentu apabila ia kurang loyalitasnya terhadap partai ini akan cukup menyulitkan karena tekanan dari masa baik dari segi ekonomi maupun dari segi moral akan tertuju padanya. Caleg yang dicalonkan oleh suatu partai hanya mengandalkan integritasnya sebagai penyandang dana bagi partai seberapa kaya pun ia akan ragu bahkan mungkin mundur dari kursi caleg dikarenakan beban yang harus dipikulnya. Hal ini menjadikan caleg yang ditawarkan kepada masyarakat pun akan lebih berkualitas.
Di balik kelebihan masa kampanye yang cukup lama ini, ada pula kelemahan yang harus dipertimbangkan. Kelemahan itu antara lain :
- Apabila kita berbicara hemat, maka jelas bahwa ini tidaklah hemat. Di tengah kesulitan yang sedang meresahkan masyarakat karena berbagai himpitan ekonomi saat ini, para elite akan berfoya-foya mengahamburkan dana partai untuk mengiringi pesta demokrasi sejak awal-awal ini. Baliho, poster, pamflet, dan semacamnya yang bergambar pemimpin partai dan caleg makin marak bertaburan di mana. Seperti ditulis Suko Widodo pada Jurnal Bogor edisi 15 Oktober 2008 dalam artikelnya yang berjudul Republik Baliho dikatakan bahwa saat ini hampir tak ada ruang publik yang luput dari sentuhan media kampanye ini. Terminal, jalan-jalan umum, fasilitas umum, bahkan pekuburan pun telah menjadi tempat kampanye. Maka dimana komitmen parpol untuk mensejahterakan rakyat sedangkan sebelum dipilih saja para elitenya sudah menghamburkan banyak dana, bagaimana setelah terpilih nanti? Apakah masyarakat yang kelaparan dapat dihibur hanya dengan saling berkumpul dan mendengarkan ceramah para tokoh politik dengan mengahamburkan banyak uang untuk acara itu? Padahal ceramah politiknya juga tak banyak menambah wawasan politik, hanya terkesan menjual janji dan menyombng-nyombongkan dirinya sebagai calon pemimpin dari partai A, misalnya. Atau dapatkah masyarakat yang sedang mengantri minyak tanah dan gas ini bisa dihibur dengan iklan para calon presiden di media radio maupun televisi? Atau mereka yang selalu kepanasan karena bekerja membanting tulang di jalanan bisa diteduhi oleh baliho-baliho lebar foto calon penguasa yang dipajang di semua ruas jalan? Tentu saja jawabanya ”tidak”! Masyarakat yang sedang sekarat tidak dapat dipimpin oleh pemimpin yang hanya suka menghamburkan uang untuk hal yang tidak terlalu urgen dan bisa dikatakan berfoya-foya. Yang ada mereka muak dan bahkan bisa membenci. Pemimpin seperti itu hanya akan membuat rakyat lebih menderita dikemudian hari. Tak jarang masyarakat yang berontak dengan keadaan ini sehingga memutuskan ”mending golput aja ah” daripada memilih calon yang semuanya sama, penghambur uang. Nah, kalau sudah begitu, apakah kampanye bisa dibilang sukses baik dari kacamata kepentingan parpol maupun dari kacamata pemerintah khususnya KPU yang menjadi pengelenggara pemilu?
- Bentrok yang akhir-akhir ini terjadi bisa lebih merajalela. Seharusnya para elite mempertimbangkan mental politik bangsa kita. Jangankan di tingkat grass root, para elite politik yang di atas pun masih banyak yang beradu fisik untuk mempertahakan aspirasinya. Apalagi apabila kita mengingat kejadian-kejadian menyedihkan bentrok antar pendukung di tingkat grass root karena calon pemimpin yang didukungnya kalah dalam pemilihan. Dan sayangnya, peristiwa itu terjadi hanyalah pemilihan kepala daerah dengan masa kampanye singkat, wilayah cakupan ang relatif lebih sempit, dan biaya yang dikeluarkan juga relatif lebih sedikit. Lalu apa yang akan terjadi apabila kampanye dengan masa yang lama, cangkupan yang luas, dan tentu biaya yang menggelembung ini? Kekecewaan saat kekalahan terjadi akan menimbulkan dampak yang lebih besar karena akumulasi pertimbangan kekecewaan itu juga lebih besar. Biaya yang besar, pengorbanan yang besar, waktu yang lama akan menyebabkan kekecewaan yang dasyat bila terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaan pemilu nanti.
- Hal yang tak kalah pentingnya adalah perhatian para pemimpin, yang notabene adalah para petinggi berbagai partai, yang saat ini duduk di pemerintahan. Karena masa kampanye yang cukup lama ini, para pemimpin bangsa yang duduk di pemerintahan saat ini tidak menanggalkan dahulu kekuasaannya untuk megikuti kampanye. Hal ini sangat mengganggu efektifitas kerja mereka. Seharusnya, ketika mereka menjabat di pemerintahan, mereka fokus terhadap permasalahan bangsa, negara dan rakyatnya ini, bukan melirik-lirik golongannya lebih dari memperhatikan rakyatnya secara keseluruhan. Memang kita mengetahui, apabila sudah menduduki kekuasaan manusia selalu ingin mempertahankannya. Tapi apakah mereka tak malu dengan memakai atribut sebagai presiden, wakil presiden, dan menteri, mereka mengkampanyekan diri sebagai calon kembali? Ingat mereka bukan presiden, wakil presiden, dan menteri parpol sekarang. Mereka adalah presiden, wakil presiden dan menteri negara Indonesia.
Oleh karena hal yang penulis cantumkan di atas maka diperlukan tindakan preventif untuk mencegah hal yang tidak kita inginkan, jangan hanya mengandalkan tindakan reaktif nanti setelah peristiwa yang tidak diinginkan terjadi. Salah satunya adalah dengan lebih mendewasakan pemahaman politik pendukung partai terutama di tingkat grass root sehingga mereka dapat legowo terhadap apa dan bagaimana pun keputusan yang dihasilkan oleh pemilu nanti. Karena bagaimanapun melihat dari kenyataan sehari-hari, para pendukung selalu lebih fanatik dari caleg yang diusungnya pada waktu partainya kalah dalam pemilu. Mungkin calegnya memang lebih mengerti mengenai demokrasi atau hanya sekedar jaim (jaga image) saja.
Catatan: Artikel ini ditulis pada tanggal 12 Juli 2008.
Komentar
Posting Komentar