Waktu Itu Berjalan
Suatu hari saya tersentak kaget. Hari
itu hari Minggu, satu dari dua hari libur kerja. Sebagaimana kebanyakan dari
Anda, saya libur kerja dua hari dalam seminggu, Sabtu dan Minggu. Dan dua kali
dua puluh empat jam itu hampir seluruhnya saya habiskan di rumah.
Saya
lebih kaget ketika saya lihat jam dinding saya dan saya dapati jarumnya
menunjukkan pukul 09.11. Ternyata saya sudah tertidur sekitar empat jam dari
sejak bangun untuk melaksanakan ibadah Subuh.
Tahukah
Anda apa yang saya rasakan? Mungkin sama dengan kebanyakan dari Anda yang
merasa itu adalah hari libur. Rasa kantuk dan malas seringkali kita biarkan
menguasai kita. Kita hanya terdiam di kasur karena kita merasa itu adalah hari
libur dan tidak ada hal penting yang harus dikerjakan. Bagaimana itu bisa
terjadi?
Mungkin
kita baru akan tersentak kaget ketika waktu sudah lewat pukul 12.00. Saat itu
tentu saja matahari sudah mulai condong ke arah Barat karena matahari tidak
akan menunggu kita dalam pergerakannya. Benda besar itu telah mempunyai orbit
sendiri dan memiliki jadwal tersendiri untuk beredar.
Kita
yang masih terlentang di ranjang dengan rambut yang tak karuan dan wajah yang
jelek segera teringat tugas-tugas kita. Segera muncul di mata kita berbagai hal
yang menunggu di kerjakan. Celakanya, hanya tinggal beberapa jam lagi untuk
kita melakukannya. Bahkan mungkin ada pekerjaan yang tidak dapat dilakukan
dalam sisa waktu itu. Mulailah kita bergelut dengan kepanikan. Kita mulai
menghitung-hitung apa saja yang harus kita kerjakan dan mulai khawatir dengan
resiko yang harus kita tanggung jika tugas itu tidak kita kerjakan. Dan tubuh
kita yang dipengaruhi oleh pikiran kita yang panik akhirnya menjadi lemas dan
enggan melakukan sesuatu. Lalu apa yang terjadi? Tidak banyak orang yang sukses
melalui fase kepanikan ini. Lebih banyak yang menyerah dan berharap besok
matahari masih akan bersinar bagi kita.
Kawan,
ternyata waktu memang berputar sebagaimana matahari yang selalu beredar pada
orbitnya. Dia tidak akan menunggu kita. Dia akan tetap berjalan tanpa kita. Kita melakukan sesuatu ataupun tidak
dia akan tetap berjalan. Dimanapun kita berada, dia akan tetap berjalan. Apapun
yang kita kerjakan, dia tetap berjalan. Singkatnya, jika kita tidak bisa
mengendalikannya maka kita yang akan dikendalikannya. Jika kita tidak dapat
mengaturnya maka kita yang akan ikut aturannya. Tinggal bagaiman Saudaraku memilihnya.
Saya
sendiri belum dapat mengerti dengan yakin, apakah waktu berjalan maju ataukah
berjalan mundur? Karena jika kita menghitung usia kita atau kita membuat
perencaan sesuatu maka kita yakini waktu itu berjalan maju. Kita akan mulai
menghitung jam dari jam satu, dua, tiga, dan seterusnya. Atau kita pun akan
menyebutkan bulan dari Januari, Februari, Maret dan seterusnya.
Tetapi
jika kita tengah melihat jatah umur manusia, maka khususnya saya sendiri selalu
menghitungnya mundur. Jika usia saya saat ini ada di titik sekitar 30 tahun
pada garis umur saya sedangkan saya diberikan jatah oleh Yang Mempunyai Umur
sebanyak 60 tahun, maka secara matematis saya menghitung mundur hanya tinggal
30 tahun lagi umur saya itu. Itupun jika umur saya seperti yang saya kira.
Bagaimana jika kurang dari itu?
Kawanku,
sekali lagi, waktu itu memang terus kita nikmati dan akan habis pada waktunya.
Waktu yang kita nikmati setiap hari kita definisikan habis ketika hari berganti
petang dan segera malam. Lalu akan berubah pada hari berikutnya. Itulah hari,
masih dapat diganti dengah hari yang berikutnya. Senin berganti Selasa, lalu
berganti Rabu dan seterusnya begitu. Tetapi pernahkan kita memikirkan bagaimana
jika waktu sudah tidak dapat berganti lagi? Itulah saatnya waktu kita habis dan
tidak ada teknologi macam apapun yang dapat mencegahnya.
Sudah
banyak pujangga, bahkan orang-orang bijak yang mengingatkan kita tentang
hakikat waktu. Walaupun begitu, kita biasanya kurang begitu peduli dengan pembahasan itu. Atau kata-kata
bijak mereka hanya kita baca tetapi tidak kita resapi, tidak kita renungi,
apalagi kita pedomani. Padahal kesemuaan dari mereka pada hakikatnya berkata
bahwa jika melihat dari sudut pandang waktu, sesungguhnya kita semua merugi. Demi
masa, sesungguhnya manusia ada dalam kerugian.
Kawan,
akhirnya saya ingin mengatakan bahwa waktu Anda dan waktu saya mungkin sama.
Waktu kita bisa kita hitung 24 jam dalam sehari semalam. Tetapi seberapa
bermakna waktu Anda dan seberapa bermakna waktu saya adalah sangat mungkin
berbeda. Itu semua sangat tergantung pada dengan apa kantong-kantong waktu itu
diisi. Jika saya dan Anda berbuat kebaikan, maka kantung-kantung waktu kita
akan penuh dengan amal kebaikan. Namun jika saya dan Anda berbuat kejelekan,
maka kantung-kantung waktu kita akan berisi kejelekan. Dan, jika kita hanya diam
dan tidak melakukan sesuatu maka kantung-kantung waktu itu akan kosong dan
tidak bermakna sama sekali. Lalu kita hanya akan menyesalinya ketika kita
tersadar untuk memeriksa kantung kita. Semuanya kosong!!!
“Waktu Anda dan waktu saya
sama-sama 24 jam sehari tetapi belum tentu kantung kita sama-sama terisi penuh
dengan kebaikan”.
x
Komentar
Posting Komentar